Apa itu Bullying?
Bullying adalah tindakan mengintimidasi dan memaksa
seorang individu atau kelompok yang lebih lemah untuk melakukan sesuatu di luar
kehendak mereka, dengan maksud untuk membahayakan fisik, mental atau
emosional melalui pelecehan dan penyerangan. Orang tua sering tidak
menyadari, anaknya menjadi korban bullying di sekolah.
Bentuk yang paling umum dari bentuk penindasan/ bullying
di sekolah adalah pelecehan verbal, yang bisa datang dalam bentuk ejekan,
menggoda atau meledek dalam penyebutan nama. Jika tidak diperhatikan, bentuk
penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi teror fisik seperti menendang,
meronta-ronta dan bahkan pemerkosaan.
Mengapa Anak-anak Melakukan Bullying?
Biasanya pelaku memulai bullying di sekolah pada usia muda, dengan
melakukan teror pada anak laki-laki dan perempuan secara emosional atau
intimidasi psikologis. Anak mengganggu karena berbagai alasan. Biasanya karena
mencari perhatian dari teman sebaya dan orang tua mereka, atau juga karena
merasa penting dan merasa memegang kendali. Banyak juga bullying di sekolah
dipacu karena meniru tindakan orang dewasa atau program televisi.
James (bukan
nama sebenarnya) yang selalu menindas saat masih anak-anak, mengatakan bahwa ia
melakukannya sebagai cara mencari teman di sekolah. Dia menambahkan, “Biasanya
tukang gertak ini orang yang paling merasa tidak aman di kelas”.
Contoh perilaku bullying
·
Kontak fisik langsung (meminta
dengan paksa apa yang bukan miliknya, memukul, menampar, mendorong, menggigit,
menarik rambut, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit,
mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang
lain, pelecehan seksual).
·
Kontak verbal langsung (mengancam,
mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling),
sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki,
menyebarkan gosip).
·
Perilaku non-verbal langsung
(melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang
merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya diertai oleh bullying fisik
atau verbal).
·
Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan
seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja
mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).
Bullying
tidak selalu berlangsung dengan cara berhadapan muka tapi dapat juga
berlangsung di belakang teman. Pada siswa, mereka menikmati saat memanggil
temannya dengan sebutan yang jelek, meminta uang atau makanan dengan paksa atau
menakut-nakuti siswa yang lebih muda usianya. Sementara siswi melakukan
tindakan memisahkan rekannya dari kelompok serta tindakan lainnya yang
bertujuan menyisihkan individu lainnya dari grup, dan peristiwanya, sangat
mungkin terjadi berulang.
Pelaku
bullying mulai dari; teman, kakak kelas, adik kelas, guru, hingga preman yang
ada di sekitar sekolah. Lokasi kejadiannya, mulai dari; ruang kelas, toilet,
kantin, halaman, pintu gerbang, bahkan di luar pagar sekolah.
Efek dari tindakan Bullying
Tidak
semua korban akan menjadi pendukung bullying, namun yang paling memprihatinkan
adalah korban-korban yang kesulitan untuk keluar dari lingkaran kekerasan ini.
Mereka merasa tertekan dan trauma sehingga mempersepsikan dirinya selalu
sebagai pihak yang lemah, yang tidak berdaya, padahal mereka juga asset bangsa
yang pasti memiliki kelebihan-kelebihan lain.
Bagaimana
anak bisa belajar kalau dia dalam keadaan tertekan? Bagaimana bisa berhasil
kalau ada yang mengancam dan memukulnya setiap hari? Sehingga amat wajar jika
dikatakan bahwa bullying sangat mengganggu proses belajar mengajar.
Bullying
ternyata tidak hanya memberi dampak negatif pada korban, melainkan juga pada
para pelaku. Bullying, dari berbagai penelitian, ternyata berhubungan dengan
meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademik, dan tindakan
bunuh diri. Bullying juga menurunkan skor tes kecerdasan dan kemampuan analisis
para siswa. Para pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal,
jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying.
Bagi
si korban biasanya akan merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal,
tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya
menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada
munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka
ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka
masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya
atau sering sengaja tidak masuk sekolah.Yang paling ekstrim dari dampak
psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada
korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi,
ingin bunuh diri.
Ketakutan dan trauma emosional yang diderita si korban dapat
memicu kecenderungan untuk putus sekolah. Beberapa anak-anak yang terbiasa
melakukan bullying di sekolah akhirnya dapat menjadi orang dewasa yang kejam
atau penjahat.
Apa
yang Perlu Diperhatikan?
Korban tidak akan mengeluh karena takut menerima reaksi dari
si pengganggu. Namun, mereka biasanya menunjukkan beberapa gejala seperti di
bawah ini:
1. Kesulitan
tidur.
2. Kesulitan menaruh perhatian di kelas atau kegiatan
apapun.
3. Sering membuat alasan untuk bolos sekolah.
4. Tiba-tiba menjauhkan diri dari aktivitas yang disukai
sebelumnya seperti naik bus sekolah atau mengunjungi tempat bermain.
5. Tampak gelisah, lesu dan putus asa terus-menerus.
Bagaimana melindungi anak Anda dari bullying?
1. Mencari bantuan sekolah
Dengan
meningkatnya jumlah kekerasan di sekolah baru-baru ini, sangatlah penting bagi
kita untuk menanggapi kekhawatiran anak dengan serius. Selidikilah apakah bullying
yang diterima masih dalam batas wajar, atau Anda harus membahasnya dengan guru.
2. Bicara pada pelaku bullying
Di balik
tindakan berani mereka, para penindas pada dasarnya pengecut. Mereka bertindak
jahat dan menjatuhkan orang lain untuk menutupi ketidak-amanan mereka sendiri
dan kurangnya rasa percaya diri. Bullying mudah dijinakkan ketika kekuasaan dan
kontrol diambil.
3. Berdayakan anak Anda
Berdiskusi
dengan anak Anda untuk mengatasi bullying yang tidak terlalu parah. Misalnya,
abaikan ejekan atau gangguan non fisik. Contoh lainnya adalah bersahabat dengan
semua orang lain sehingga ketika si penindas mulai beraksi, anak Anda memiliki
teman-teman yang membantu atau membelanya.
4. Bicara tentang pengalaman Anda sendiri
Ceritakan
pengalaman Anda sendiri di sekolah kepada anak. Ini akan membantu anak tahu
bahwa dia tidak sendirian dalam situasi seperti itu.
5. Bentuk persahabatan di luar sekolah
Upayakan
anak-anak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kursus, kegiatan
keagamaan, pramuka, dan lainnya di mana mereka bisa menciptakan kelompok sosial
lain dan belajar keterampilan baru. Ini akan membiasakan anak untuk
bersosialisasi dan lebih dapat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.
6. Terus memberi perhatian dan memantau keadaan anak Anda dan si
penindas
Jika
keadaan tidak membaik, hubungi pihak berwenang yang relevan dan dapatkan
penyelesaian terhadap masalahnya.
Pencegahan dan penanggulangan
perilaku bullying
Semua orang bisa menjadi
korban atau malah menjadi pelaku bullying. Diperlukan Kebijakan menyeluruh yang
melibatkan seluruh komponen sekolah mulai dari guru, siswa, kepala sekolah
sampai orang tua murid, yang tujuannya adalah untuk dapat menyadarkan seluruh
komponen sekolah tadi tentang bahaya terselubung dari perilaku bullying ini.
Kebijakan tersebut dapat
berupa program anti bullying di sekolah antara lain dengan cara menggiatkan
pengawasan, pemahaman konsekuensi serta komunikasi yang bisa dilakukan efektif
antara lain dengan Kampanye Stop Bullying di Lingkungan sekolah dengan
sepanduk, slogan, stiker dan workshop bertemakan stop bulying. Kesemuanya ini
dilakukan dengan tujuan paling tidak dapat meminimalisir atau bahkan meniadakan
sama sekali perilaku bullying di sekolah.
Diharapkan dengan adanya
kebijakan itu sekolah bukan lagi tempat yang menakutkan dan membuat trauma tapi
justru menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi siswa, merangsang
keinginan untuk belajar, bersosialisasi dan mengembangkan semua potensi siswa
baik akademik, sosial ataupun emosinal. Sekolah dapat menjadi tempat yang
paling aman bagi anak serta guru untuk belajar dan mengajar serta serta
menjadikan anak didik yang mandiri, berilmu, berprestasi dan berakhlak mulia.
Sumber-sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar