Minggu, 10 Juli 2016

BULLYING







Apa itu Bullying?
Bullying adalah tindakan mengintimidasi dan memaksa seorang individu atau kelompok yang lebih lemah untuk melakukan sesuatu di luar kehendak mereka, dengan maksud untuk membahayakan fisik, mental atau emosional  melalui pelecehan dan penyerangan. Orang tua sering tidak menyadari, anaknya menjadi korban bullying di sekolah.
Bentuk yang paling umum dari bentuk penindasan/ bullying di sekolah adalah pelecehan verbal, yang bisa datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek dalam penyebutan nama. Jika tidak diperhatikan, bentuk penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi teror fisik seperti menendang, meronta-ronta dan bahkan pemerkosaan.

Mengapa Anak-anak Melakukan Bullying?
Biasanya pelaku memulai bullying di sekolah pada usia muda, dengan melakukan teror pada anak laki-laki dan perempuan secara emosional atau intimidasi psikologis. Anak mengganggu karena berbagai alasan. Biasanya karena mencari perhatian dari teman sebaya dan orang tua mereka, atau juga karena merasa penting dan merasa memegang kendali. Banyak juga bullying di sekolah dipacu karena meniru tindakan orang dewasa atau program televisi.
James (bukan nama sebenarnya) yang selalu menindas saat masih anak-anak, mengatakan bahwa ia melakukannya sebagai cara mencari teman di sekolah. Dia menambahkan, “Biasanya tukang gertak ini orang yang paling merasa tidak aman di kelas”.

Contoh perilaku bullying
·         Kontak fisik langsung (meminta dengan paksa apa yang bukan miliknya, memukul, menampar, mendorong, menggigit, menarik rambut, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain, pelecehan seksual).
·         Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip).
·         Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya diertai oleh bullying fisik atau verbal).
·         Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).
Bullying tidak selalu berlangsung dengan cara berhadapan muka tapi dapat juga berlangsung di belakang teman. Pada siswa, mereka menikmati saat memanggil temannya dengan sebutan yang jelek, meminta uang atau makanan dengan paksa atau menakut-nakuti siswa yang lebih muda usianya. Sementara siswi melakukan tindakan memisahkan rekannya dari kelompok serta tindakan lainnya yang bertujuan menyisihkan individu lainnya dari grup, dan peristiwanya, sangat mungkin terjadi berulang.
Pelaku bullying mulai dari; teman, kakak kelas, adik kelas, guru, hingga preman yang ada di sekitar sekolah. Lokasi kejadiannya, mulai dari; ruang kelas, toilet, kantin, halaman, pintu gerbang, bahkan di luar pagar sekolah.

Efek dari tindakan Bullying
Tidak semua korban akan menjadi pendukung bullying, namun yang paling memprihatinkan adalah korban-korban yang kesulitan untuk keluar dari lingkaran kekerasan ini. Mereka merasa tertekan dan trauma sehingga mempersepsikan dirinya selalu sebagai pihak yang lemah, yang tidak berdaya, padahal mereka juga asset bangsa yang pasti memiliki kelebihan-kelebihan lain.
Bagaimana anak bisa belajar kalau dia dalam keadaan tertekan? Bagaimana bisa berhasil kalau ada yang mengancam dan memukulnya setiap hari? Sehingga amat wajar jika dikatakan bahwa bullying sangat mengganggu proses belajar mengajar.
Bullying ternyata tidak hanya memberi dampak negatif pada korban, melainkan juga pada para pelaku. Bullying, dari berbagai penelitian, ternyata berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademik, dan tindakan bunuh diri. Bullying juga menurunkan skor tes kecerdasan dan kemampuan analisis para siswa. Para pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying.
Bagi si korban biasanya akan merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri.
Ketakutan dan trauma emosional yang diderita si korban dapat memicu kecenderungan untuk putus sekolah. Beberapa anak-anak yang terbiasa melakukan bullying di sekolah akhirnya dapat menjadi orang dewasa yang kejam atau penjahat.

Apa yang Perlu Diperhatikan?
Korban tidak akan mengeluh karena takut menerima reaksi dari si pengganggu. Namun, mereka biasanya menunjukkan beberapa gejala seperti di bawah ini:
1.      Kesulitan tidur.
2.      Kesulitan menaruh perhatian di kelas atau kegiatan apapun.
3.      Sering membuat alasan untuk bolos sekolah.
4.      Tiba-tiba menjauhkan diri dari aktivitas yang disukai sebelumnya seperti naik bus sekolah atau mengunjungi tempat bermain.
5.      Tampak gelisah, lesu dan putus asa terus-menerus.

Bagaimana melindungi anak Anda dari bullying?
1.      Mencari bantuan sekolah
Dengan meningkatnya jumlah kekerasan di sekolah baru-baru ini, sangatlah penting bagi kita untuk menanggapi kekhawatiran anak dengan serius. Selidikilah apakah bullying yang diterima masih dalam batas wajar, atau Anda harus membahasnya dengan guru.
2.      Bicara pada pelaku bullying
Di balik tindakan berani mereka, para penindas pada dasarnya pengecut. Mereka bertindak jahat dan menjatuhkan orang lain untuk menutupi ketidak-amanan mereka sendiri dan kurangnya rasa percaya diri. Bullying mudah dijinakkan ketika kekuasaan dan kontrol diambil.
3.      Berdayakan anak Anda
Berdiskusi dengan anak Anda untuk mengatasi bullying yang tidak terlalu parah. Misalnya, abaikan ejekan atau gangguan non fisik. Contoh lainnya adalah bersahabat dengan semua orang lain sehingga ketika si penindas mulai beraksi, anak Anda memiliki teman-teman yang membantu atau membelanya.
4.      Bicara tentang pengalaman Anda sendiri
Ceritakan pengalaman Anda sendiri di sekolah kepada anak. Ini akan membantu anak tahu bahwa dia tidak sendirian dalam situasi seperti itu.
5.      Bentuk persahabatan di luar sekolah
Upayakan anak-anak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kursus, kegiatan keagamaan, pramuka, dan lainnya di mana mereka bisa menciptakan kelompok sosial lain dan belajar keterampilan baru. Ini akan membiasakan anak untuk bersosialisasi dan lebih dapat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.
6.      Terus memberi perhatian dan memantau keadaan anak Anda dan si penindas
Jika keadaan tidak membaik, hubungi pihak berwenang yang relevan dan dapatkan penyelesaian terhadap masalahnya.

Pencegahan dan penanggulangan perilaku bullying
Semua orang bisa menjadi korban atau malah menjadi pelaku bullying. Diperlukan Kebijakan menyeluruh yang melibatkan seluruh komponen sekolah mulai dari guru, siswa, kepala sekolah sampai orang tua murid, yang tujuannya adalah untuk dapat menyadarkan seluruh komponen sekolah tadi tentang bahaya terselubung dari perilaku bullying ini.
Kebijakan tersebut dapat berupa program anti bullying di sekolah antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan, pemahaman konsekuensi serta komunikasi yang bisa dilakukan efektif antara lain dengan Kampanye Stop Bullying di Lingkungan sekolah dengan sepanduk, slogan, stiker dan workshop bertemakan stop bulying. Kesemuanya ini dilakukan dengan tujuan paling tidak dapat meminimalisir atau bahkan meniadakan sama sekali perilaku bullying di sekolah.
Diharapkan dengan adanya kebijakan itu sekolah bukan lagi tempat yang menakutkan dan membuat trauma tapi justru menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi siswa, merangsang keinginan untuk belajar, bersosialisasi dan mengembangkan semua potensi siswa baik akademik, sosial ataupun emosinal. Sekolah dapat menjadi tempat yang paling aman bagi anak serta guru untuk belajar dan mengajar serta serta menjadikan anak didik yang mandiri, berilmu, berprestasi dan berakhlak mulia.


Sumber-sumber :
http://www.simpleacts.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar